Jumat, 11 Februari 2011

SIBOLGA DAERAH PESISIR MEMILIKI BUDAYA PESISIR TENTUNYA MOTTO ATAU SLOGAN SESUAI DENGAN IDENTITAS PESISIR oleh Kastamansyah Hutabarat pada 09 Februari 2011


Slogan Kota Sibolga “ Negeri Berbilang Kaum “ menjadi topik pembicaraan masyarakat Sibolga akhir akhir ini. Slogan tersebut terkesan meminggirkan komunitas masyarakat pesisir  Sibolga di Negeri sendiri. Sedangkan menurut peta budaya Propinsi Sumatera Utara etnis pesisir yang berada di Sibolga dan Tapanuli Tengah merupakan salah satu  dari delapan etnis yang diakui di Propinsi Sumatera Utara, mempunyai Budaya Pesisir yang mencakup Adat istiadat,Kesenian,Bahasa Pesisir dan Makanan khas pesisir termasuk kue kue (Juada bahasa pesisir) yang berbeda dengan etnis lainnya.

Slogan ataupun motto Sibolga Negeri Berbilang Kaum ini diwacanakan sebagai slogan atau motto berkisar delapan tahun silam pada masa  Drs. Sahat Panggabean  dan Drs. Agus Salim Harahap sebagai Walikota/Wakil Walikota Sibolga. Mungkin saja dasar pertimbangan mereka kondisi Kota Sibolga pada saat itu,penghuni Kota Sibolga terdiri dari banyak kaum.Seharusnya slogan atau motto Kota Sibolga harus digali dari 300 tahun lebih ketika mulai adanya perkampungan Sibolga . Apabila kita melihatnya dari delapan tahun yang silam memang semua daerah di Indonesia didiami berbagai kaum. Menurut kamus bahasa Indonesia Kaum adalah Suku Bangsa, Keluarga dan Golongan.

Kalau kita buat perbandingan mengenai “ Bilangan Kaum “ di Kota Sibolga dengan daerah lain, maka bilangan kaum di Kota Sibolga jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan Kota atau daerah lain, seperti misalnya Ibukota R.I Jakarta, Medan dan lain sebagainya.

Di Jakarta bilangan kaumnya cukup banyak, kalah jauh bilangan kaum di Kota Sibolga, disamping segala etnis daerah Indonesia disana ada kaum borjuis,kaum proletar,kaum feodal,kaum Jahudi,kaum Majusi,kaum Nasrani,kaum Buddha,kaum Hindu,disamping kaum Muslim adapula dari suku bangsa Arab,Eropah,Afrika,India,Pakistan,Rusia,Inggris,Amerika,Amerika Latin dan lain lainnya. Akan tetapi DKI Jakarta menonjolkan jati diri masyarakat Betawi walaupun hitungan masyarakat Betawi saat sekarang ini sudah sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah yang urbanisasi dan pendatang. Begitu pula dengan Kota Medan Ibukota Provinsi Sumatera Utara,bilangan kaumnya jauh lebih banyak dari Kota Sibolga,namun motto ataupun slogannya bukan Berbilang Kaum,tapi “Setepak Sirih sejuta pesan” sebagai gambaran keberadaan suku Melayu Deli.

Kabupaten Labuhan Batu,disamping daerahnya lebih luas dari Kota Sibolga bilangan kaumnya juga lebih banyak,tapi motto ataupun slogan daerahnya “ Ika Bina en Pabolo “ (disini dibina yang disana diperbaiki) merupakan bahasa Pane (Labuhan Bilik) sebagai gambaran jati diri etnis Melayu Labuhan Batu. Lain lagi Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun dengan motto atau slogannya “ Habonaran da Bona (bahasa Simalungun : Kebenaran adalah yang utama dalam hidup). Kota Tanjung Balai,Kota Nelayan sama dengan Kota Sibolga,menggunakan motto atau slogan yang menggambarkan kehidupan nelayan disana yaitu : “ Batambat satangkahan Balayar satujuan “.

Di Kota Pariaman Sumatera Barat,juga daerah Nelayan, Motto atau Slogannya “ Sabiduk  Sadayung “, konon katanya pada zaman penjajahan Belanda di Kota Pariaman sudah ada perkampungan Cina, Kampung Keling, Kampung Nias, dan Kampung Jao (Jawa), namun motto atau slogan di Kota tersebut tidak Berbilang Kaum, Kaum lain di Kota Pariaman tidak ngotot, karena mereka sadar Komunitas Pariaman merupakan Komunitas asli atau awal dalam membuka perkampungan Pariaman.

Di Kota Gunung Sitoli, banyak kaum minang berada disana (entah sudah berapa jenjang keturunan) termasuk kaum cina, Kaum Pesisir, Kaum Batak Mandailing, Kaum Aceh, Kaum Batak Toba, Kaum Batak Silindung, Kaum Batak Karo, Kaum Simalungun dan lain lain,tapi motto ataupun slogan Kota Gunung Sitoli menggunakan bahasa dan filosofi Nias. Kalau seumpamanya motto atau slogan Kota Gunung Sitoli sebagai Negeri Berbilang Kaum, pasti kaum Nias di Gunung Sitoli tidak menerimanya, bahkan kaum Nias yang ada diperantauan termasuk yang ada di Kota Sibolga jelas akan menolaknya.

Beberapa teman ada yang menyampaikan bunyi motto atau slogan yang cocok buat Kota Sibolga yang mengakomodir identitas Komunitas Pesisir, seperti yang berkembang saat sekarang ini “Siboga Nagari Badusanak Saiyo Sakato” (Sibolga Negeri Kekeluargaan dan Persaudaraan Seiya Sekata), ada yang Cuma “Siboga Nagari Badusanak” tanpa tambahan Saiyo Sakato, ada juga yang mengusulkan “Siboga Jolong Basusuk”, ada yang mengajukan “Siboga Tigo Badusanak” (menggambarkan tiga pilar ; Ulama, Umaroh dan Rakyat), kemudian ada yang mengajukan “Lawi Sati Ranto Batuah” (Laut yang memberikan kehidupan dan Batuah dirantau).
Terlepas dari usulan usulan tersebut diatas, sudah selayaknya Pemko Sibolga dan para Tokoh Tokoh Adat masyarakat Pesisir Sibolga untuk bermusyawarah dan bermufakat seperti kata pepatah Pesisir ; Bulek Ai karano Pambuluh, Bulek Kato karano Mufakat, sehingga motto ataupun slogan Kota Sibolga benar benar mencerminkan Budaya Komunitas Pesisir Sibolga. Menurut saya Walikota Sibolga Drs. H.M. Syarfi Hutauruk adalah merupakan sosok pemimpin yang arif dan bijaksana dilahirkan dan dibesarkan di Sorkam Tapanuli Tengah juga komunitas Pesisir yang tahu persis tentang Budaya dan identitas Pesisir Sibolga dan Tapanuli Tengah.


Disalin dan disempurnakan dari Tulisan Bapak Rusli (Puli) Siburian di Medan Putera Daerah Sibolga yang dimuat di Harian Waspada Hari Selasa Tanggal 8 Februari 2011 di Halaman B5 Kolom Surat Pembaca.         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar