Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Sibolga
Ichwan Irfan Tanjung meminta Menteri Kelautan dan Perikanan (Menkanla) Republik
Indonesia ,
Syarif Cicip Sutardjo, segera merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
(Permen KP) Nomor. PER.02/MEN/2011, tentang pelarangan operasional alat
penangkapan ikan jenis pukat cincin pelagis kecil di kawasan Pantai Barat
Sumatera.
“Jika Permen KP 02/2011 tersebut diberlakukan, maka
kelangsungan hidup ratusan ribu jiwa nelayan dan keluarganya di Kota Sibolga
dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) akan terancam. Kemudian, ledakan
pengangguran bakal terjadi akibat salah satu mata rantai perekonomian warga di
kedua daerah ini telah putus dan mati,” kata Ichwan Irfan Tanjung, Senin (2/7)
kemarin di Sekretariat APPC Sibolga/Tapteng di jalan Tuanku Imam Bonjol, Kota
Sibolga
Permintaan tersebut dikemukakan Ichwan Irfan Tanjung
didampingi Ketua pelaksana APPC Sibolga/Tapteng, Kastamansyah Hutabarat,
pengusaha kapal perikanan Rustam Efendy Simatupang, Supriadi Syakubat, dan
ketua Forum Masyarakat Nelayan Bersatu (FMNB) Sibolga/Tapteng Dedy Sutomo
Simanjuntak, menanggapi surat edaran Dirjend Perikanan Tangkap Kemen KP nomor
B.3479/DJPT.4/TU.210.D4/V/2012, tanggal 3 Mei 2012 yang disampaikan kepada
perorangan dan perusahaan perikanan pemilik kapal di seluruh Indonesia.
Surat edaran tersebut berisikan larangan dioperasikan alat
penangkap ikan pukat cincin pelagis kecil untuk kapal berukuran diatas 30 GT
mulai tanggal 1 Februari 2013 di WPP-NRI 572 (Samudera Hindia Barat Sumatera
dan Selat Sunda) dan WPP NRI 573 (Samudera Hindia Selatan hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat), sebagaimana
pasal 22 ayat 1, Permen KP 02/2011.
“Tentunya, pemberlakuan Permen KP 02/2011 itu, sangat
bertolak belakang dan sangat bertentangan dengan keinginan Pemerintah Republik Indonesia dalam
rangka menyejahterakan kehidupan rakyat. “Kami dari HNSI beserta seluruh elemen
masyarakat nelayan akan berjuang mati-matian untuk menentang serta menolak
pemberlakuan Permen KP 02/2011 tersebut,” tegasnya.
Ichwan Irfan Tanjung juga mengimbau Wali Kota Sibolga Syarfi
Hutauruk dan Bupati Tapteng Raja Bonaran Situmeang serta lembaga legislative
(DPRD) kedua daerah untuk memikirkan sekaligus mencarikan solusi terbaik
terhadap nasib buruk yang telah menghantui dan hampir dipastikan bakal menimpa
ratusan ribu jiwa masyarakat nelayan akibat pemberlakuan Permen KP 02/2011 itu.
“Kita juga meminta agar kepala daerah memberikan perhatian
yang serius, agar masyarakat di daerah ini tidak menjadi miskin akibat
pemberlakuan Permen KP 02/2011 tersebut,” pungkas Ichwan Irfan Tanjung.
Ketua Asosiasi Pengusaha Pukat Cincin (APPC) Sibolga/Tapteng
Kastamansah Hutabarat menegaskan, berdasarkan hasil rapat APPC yang digelar,
Sabtu, 30 Juni 2012 malam lalu, menolak keras peraturan Menteri KP 02/2011,
pasal 22 ayat 1 huruf a, b dan c, karena dampaknya akan menyengsarakan
masyarakat nelayan yang sangat dominant fungsinya dalam menggerakkan
perekonomian di Sibolga dan Tapteng.
“Kami juga meminta agar Menteri KP RI, Syarif Cicip Sutardjo
segera melakukan revisi pada, pasal 22 ayat 1 huruf a, b dan c, Permen KP
02/2011 untuk tetap memasukkan dan memperbolehkan penggunaan alat penangkapan
ikan pukat cincin pelagis kecil di WPP-NRI 572 (Samudera Hindia Barat Sumatera
dan Selat Sunda),” tutur Kastamansyah.
Hasil rapat tersebut juga menyimpulkan bahwa, Permen KP
02/2011 tersebut adalah peraturan yang sewenang-wenang dan sepihak untuk
kepentingan kelompok tertentu dan mengorbankan kepentingan rakyat banyak serta
bertentangan dengan amanat UUD 1945.
Dia juga menambahkan, APPC Sibolga/Tapteng telah
berulangkali menyurati Menteri KP dan Dirjend Perikanan Tangkap Kementerian KP
di Jakarta pasca keluarnya surat
edaran tersebut, tetapi hingga sekarang tidak memeroleh jawaban.
Pengusaha kapal perikanan Rustam Efendy Simatupang
menegaskan, jika Permen KP 02/2011 tersebut diberlakukan, maka dipastikan
seluruh pengusaha kapal perikanan di dua daerah ini akan eksodus ke daerah lain
guna mencari tempat atau lokasi yang lebih aman.
“Pasalnya, masih ada tempat lain yang potensial, karena
Permen KP 02/2011 tersebut tidak berlaku ke semua wilayah NKRI, dan hanya di
WPP-NRI 572 (Samudera Hindia Barat Sumatera dan Selat Sunda) dan WPP NRI 573
(Samudera Hindia Selatan hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan
Laut Timor bagian Barat),” katanya.
Rustam menambahkan, jika semua pengusaha kapal perikanan
eksodus, maka roda perekonomian masyarakat di Sibolga/Tapteng akan berhenti
secara total.
Ketua Forum Masyarakat Nelayan Bersatu (FMNB)
Sibolga-Tapteng, Dedi Sutomo Simanjuntak menegaskan, pihaknya disponsori oleh
HNSI dan APPC Sibolga/Tapteng juga mengimbau seluruh elemen, kelompok
organisasi, LSM, OKP, yang peduli akan nasib nelayan, dalam waktu dekat akan
menggelar aksi turun ke jalan.
“Jika Menteri KP RI Syarif Cicip Sutardjo tidak melakukan
revisi atas Permen KP 02/2011 tersebut, maka kami akan turun ke jalan melakukan
aksi demo besar - besaran,” tandas Dedi Sutomo. (bro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar