Selasa, 03 Juli 2012


Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Sibolga Ichwan Irfan Tanjung meminta Menteri Kelautan dan Perikanan (Menkanla) Republik Indonesia, Syarif Cicip Sutardjo, segera merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor. PER.02/MEN/2011, tentang pelarangan operasional alat penangkapan ikan jenis pukat cincin pelagis kecil di kawasan Pantai Barat Sumatera.

“Jika Permen KP 02/2011 tersebut diberlakukan, maka kelangsungan hidup ratusan ribu jiwa nelayan dan keluarganya di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) akan terancam. Kemudian, ledakan pengangguran bakal terjadi akibat salah satu mata rantai perekonomian warga di kedua daerah ini telah putus dan mati,” kata Ichwan Irfan Tanjung, Senin (2/7) kemarin di Sekretariat APPC Sibolga/Tapteng di jalan Tuanku Imam Bonjol, Kota Sibolga

Permintaan tersebut dikemukakan Ichwan Irfan Tanjung didampingi Ketua pelaksana APPC Sibolga/Tapteng, Kastamansyah Hutabarat, pengusaha kapal perikanan Rustam Efendy Simatupang, Supriadi Syakubat, dan ketua Forum Masyarakat Nelayan Bersatu (FMNB) Sibolga/Tapteng Dedy Sutomo Simanjuntak, menanggapi surat edaran Dirjend Perikanan Tangkap Kemen KP nomor B.3479/DJPT.4/TU.210.D4/V/2012, tanggal 3 Mei 2012 yang disampaikan kepada perorangan dan perusahaan perikanan pemilik kapal di seluruh Indonesia.

Surat edaran tersebut berisikan larangan dioperasikan alat penangkap ikan pukat cincin pelagis kecil untuk kapal berukuran diatas 30 GT mulai tanggal 1 Februari 2013 di WPP-NRI 572 (Samudera Hindia Barat Sumatera dan Selat Sunda) dan WPP NRI 573 (Samudera Hindia Selatan hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat), sebagaimana pasal 22 ayat 1, Permen KP 02/2011.

“Tentunya, pemberlakuan Permen KP 02/2011 itu, sangat bertolak belakang dan sangat bertentangan dengan keinginan Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka menyejahterakan kehidupan rakyat. “Kami dari HNSI beserta seluruh elemen masyarakat nelayan akan berjuang mati-matian untuk menentang serta menolak pemberlakuan Permen KP 02/2011 tersebut,” tegasnya.

Ichwan Irfan Tanjung juga mengimbau Wali Kota Sibolga Syarfi Hutauruk dan Bupati Tapteng Raja Bonaran Situmeang serta lembaga legislative (DPRD) kedua daerah untuk memikirkan sekaligus mencarikan solusi terbaik terhadap nasib buruk yang telah menghantui dan hampir dipastikan bakal menimpa ratusan ribu jiwa masyarakat nelayan akibat pemberlakuan Permen KP 02/2011 itu.

“Kita juga meminta agar kepala daerah memberikan perhatian yang serius, agar masyarakat di daerah ini tidak menjadi miskin akibat pemberlakuan Permen KP 02/2011 tersebut,” pungkas Ichwan Irfan Tanjung.

Ketua Asosiasi Pengusaha Pukat Cincin (APPC) Sibolga/Tapteng Kastamansah Hutabarat menegaskan, berdasarkan hasil rapat APPC yang digelar, Sabtu, 30 Juni 2012 malam lalu, menolak keras peraturan Menteri KP 02/2011, pasal 22 ayat 1 huruf a, b dan c, karena dampaknya akan menyengsarakan masyarakat nelayan yang sangat dominant fungsinya dalam menggerakkan perekonomian di Sibolga dan Tapteng.

“Kami juga meminta agar Menteri KP RI, Syarif Cicip Sutardjo segera melakukan revisi pada, pasal 22 ayat 1 huruf a, b dan c, Permen KP 02/2011 untuk tetap memasukkan dan memperbolehkan penggunaan alat penangkapan ikan pukat cincin pelagis kecil di WPP-NRI 572 (Samudera Hindia Barat Sumatera dan Selat Sunda),” tutur Kastamansyah.

Hasil rapat tersebut juga menyimpulkan bahwa, Permen KP 02/2011 tersebut adalah peraturan yang sewenang-wenang dan sepihak untuk kepentingan kelompok tertentu dan mengorbankan kepentingan rakyat banyak serta bertentangan dengan amanat UUD 1945.

Dia juga menambahkan, APPC Sibolga/Tapteng telah berulangkali menyurati Menteri KP dan Dirjend Perikanan Tangkap Kementerian KP di Jakarta pasca keluarnya surat edaran tersebut, tetapi hingga sekarang tidak memeroleh jawaban.

Pengusaha kapal perikanan Rustam Efendy Simatupang menegaskan, jika Permen KP 02/2011 tersebut diberlakukan, maka dipastikan seluruh pengusaha kapal perikanan di dua daerah ini akan eksodus ke daerah lain guna mencari tempat atau lokasi yang lebih aman.

“Pasalnya, masih ada tempat lain yang potensial, karena Permen KP 02/2011 tersebut tidak berlaku ke semua wilayah NKRI, dan hanya di WPP-NRI 572 (Samudera Hindia Barat Sumatera dan Selat Sunda) dan WPP NRI 573 (Samudera Hindia Selatan hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat),” katanya.

Rustam menambahkan, jika semua pengusaha kapal perikanan eksodus, maka roda perekonomian masyarakat di Sibolga/Tapteng akan berhenti secara total.

Ketua Forum Masyarakat Nelayan Bersatu (FMNB) Sibolga-Tapteng, Dedi Sutomo Simanjuntak menegaskan, pihaknya disponsori oleh HNSI dan APPC Sibolga/Tapteng juga mengimbau seluruh elemen, kelompok organisasi, LSM, OKP, yang peduli akan nasib nelayan, dalam waktu dekat akan menggelar aksi turun ke jalan.

“Jika Menteri KP RI Syarif Cicip Sutardjo tidak melakukan revisi atas Permen KP 02/2011 tersebut, maka kami akan turun ke jalan melakukan aksi demo besar - besaran,” tandas Dedi Sutomo. (bro)